
6 Ramadan 1440 H
Oleh : Ust. Anas Anhar, S.Ag., MA
Tema : yang Halal dan yang Haram (Hadits Arba'in no.6)
عن ابي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَان بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الَحرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ – رَوَاهُ البُخَارِي وَمُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Abdillah An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599]
Sedikit Penjabaran tentang hadits tersebut
1. إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الَحرَامَ بَيِّنٌ
Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas
Maksudnya : sudah jelas ternukil dalam nash. Bahwa perkara ini halal, perkara ini haram
2. وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Maksudnya : Sesuatu yang hukum halal dan haramnya masih belum jelas dan perlu dilakukan ijtihad oleh para ulama' untuk menentukan hukum tersebut. Dan ijtihad ini tidak bisa semua orang melakukannya, hanya para ulama' dengan ilmu yang mumpuni yang bisa melakukan dan memutuskannya, lalu kita cukup mengikuti saja.
3. فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Maksudnya : berhati2 terhadap perkara yang masih belum jelas haram halalnya
4. وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ
Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram
Maksudnya : siapa saja yang melakukan perkara yang masih samar2 kejelasan hukumnya (syubhat) tanpa mencari tahu kebenaran hukumnya dari para ulama' sedang dia ilmunya masih belum memenuhi syarat untuk bisa berijtihad dalam menentukan hukum, jadi dia melakukannya berdasarkan kemauan sendiri, maka perkara syubhat yang dia laksanakan bisa terjatuh pada perkara yang haram.
5. كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْه
Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
Maksudnya : manusia yang melakukan perkara syubhat tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu, diibaratkan seperti seorang pengembala yang mengembala di tanah larangan. Pengembala tersebut masih ragu tentang tanah larangan tersebut, dimana tanah yang tidak boleh dia injak dan dimana tanah yang boleh dia injak serta apa yang akan terjadi jika dia menginjak tanah tersebut. Sehingga atas ketidaktahuannya dan tidak ada usaha dalam mencari kebenaran terhadap orang yang lebih tahu tentang hal tersebut, pengembala itu bisa saja salah melangkah dan akhirnya malah terjerumus pada tanah larangan itu.
6. أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُه
Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.
Maksudnya : Setiap raja memiliki kekuasaan untuk melarang kaumnya menginjak tanah miliknya yang disebut tanah larangan. Allah raja dari segala raja memiliki tanah larangan di bumi ini yang hambanya tidak boleh menginjaknya, karena siapapun yang menginjaknya akan terjerumus didalamnya. Dan tanah larangan Allah itu adalah segala hal yang sudah Allah tetapkan keharamannya.
7. أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْب
Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung).
Maksudnya : Setiap manusia sudah Allah ciptakan hati sebagai "ruh" nya manusia. Jika hati tersebut kita jaga dalam kebaikan, maka dalam hidup kita, insyaallah hal2 baiklah yang akan cenderung kita lakukan. Sedangkan, jika hati kita rusak, maka kerusakan pulalah yang akan cenderung kita lakukan. Itu sebabnya, Allah menciptakan akal sebagai pelengkap hati dalam melaksanakan fungsinya. Dengan akal, kita bisa tahu mana yang salah dan benar, serta mana yang harus dilakukan serta yang harus ditinggalkan. Jika kita bisa memfungsikan kedua hal tersebut (hati dan akal) dengan baik dan benar, maka insyaallah jalan yang lurus serta hidayah akan menyertai kita. Aamiin yaa Robbal Alamiin
Kekurangannya mohon dimaafkan 🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar