Selasa, 01 September 2015

QANAAH Resep Bahagia Menjalani Hidup

Tidak ada komentar:

Oleh : Drs. H.M. Sholeh Wahid


Nabi bersabda :

Bukanlah orang yang kaya itu adalah orang banyak hartanya, akan tetapi yang disebut orang kaya adalah orang yang kaya hati (HR. Bukhori.)

Ungkapan Nabi di atas merupakan landasan dari sifat Qonaah. Qanaah merupakan satu dari sifat-sifat terpuji yang harus dimilki oleh setiap Muslim. Lalu apa dan bagaimana Qanaah itu..?
As Syaikh Ahmad Ar Rifa’i dalam kitabnya yang berjudul Riayatal Himmah Juz akhir berkata, qonaah menurut bahasa artinya tenang, sedangkan makna terminologi syar’i yaitu tenang hatinya mengharap ridho Allah semata serta mengambil dunia seperlunya sesuai dengan kebutuhan, sekira dapat digunakan untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Lebih lanjut As Syaikh menegaskan, Al Qani’u Ghaniyyun walau kana juu’a ( Orang yang qonaah itu kaya walaupun ia kelaparan ).
Orang yang memiliki jiwa qonaah akan selalu menampakkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Allah kepadanya tanpa sedikitpun mengharap apa yang bukan menjadi bagiannya. Sehingga rasa bahagia akan menyelinap kedalam hatinya dan terpancar dari mukanya yang penuh kegembiraan.

Intinya, qonaah adalah merasa tenang dan terima terhadap apa yang diberikan oleh Alloh kepadanya, tidak loba dunia, tamak, rakus ataupun menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya semata. Islam tidak melarang umatnya mencari kehidupan dunia, akan tetapi dunia haruslah dijadikan sebagai sarana dalam menggapai kebahagiaan Akherat, itu yang di kemukakan oleh Allah dalam firmannya, Dan Raihlah olehmu apa yang telah disediakan oleh Allah yaitu negara Akherat dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kehidupan dunia.” QS Al Qashshash ayat 77. Bukan malah menjadikan akherat sebagai kendaraan untuk mencari dunia. Carilah dunia, tapi gunakanlah dunia itu untuk berbakti kepada Alloh Swt.
Para eksekutif muda dan profesional muda senang menghabiskan uangnya untuk refreshing di kafe, spa, dsb. setiap akhir pekan, dengan alasan menghilangkan kepenatan. Demikian juga para pejabat dan konglomerat banyak pula yang menghabiskan masa liburan di luar negeri atau sekedar shopping ke Singapura. dan tentunya banyak mengeluarkan biaya.
Inilah contoh praktik sikap tidak qona’ah yang terjadi pada bangsa kita. yang menyebabkan kemajuan demokrasi, sains, teknologi dan bidang-bidang lain menjadi terhambat.
Lihatlah teladan kita, Rasulullah saw., beliau bersabda:

”Makanan untuk seorang mencukupi untuk dua orang dan makanan untuk dua orang mencukupi untuk empat orang dan makanan untuk empat orang mencukupi untuk delapan orang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lifestyle Rasulullah saw yang notabene nya pemimpin imperium pada saat itu, sangatlah sederhana. bahkan pernah suatu waktu beliau banyak mengikatkan batu pada perutnya untuk menahan rasa lapar. padahal bisa saja Rasul menggunakan kekuasaan beliau untuk meraup kekayaan, tapi itu tidaklah terjadi. beliau takut kepada Allah SWT dan tentunya beliau dilindungi Allah SWT dari segala sifat tercela.
Dari Abu Muhammad yaitu Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Beruntunglah kehidupan seseorang yang telah dikaruniai petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang kehidupannya berada dalam keadaan cukup dan ia bersifat qona’ah (menerima).” (HR.Imam Tirmidzi) .

Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang qanaah menyikapinya sebagai sebuah ibadah yang mulia di hadapan Allah Yang Mahakuasa, sehingga ia tidak berani berbuat licik, berbohong, ataupun mengurangi timbangan. Karena ia yakin, tanpa menghalalkan segala cara pun ia tetap akan mendapatkan rezeki yang dijanjikan Allah. Ia menyadari, posisi rezeki yang dicarinya tidak akan melebihi dari tiga hal.

Pertama, rezeki yang ia makan hanya akan menjadi kotoran.
Kedua, rezeki yang ia pakai hanya akan menjadi benda usang.
Ketiga, rezeki yang ia nafkahkan(Shodaqah) akan bernilai di hadapan Allah.

Niat yang lahir dari hati orang-orang yang qanaah ketika melakukan aktivitas pencarian dunia bukan didasarkan pada penumpukan kekayaan untuk ia nikmati sendirian, namun benar-benar didasarkan pada ibadah. Orang-orang qanaah akan mencari harta dan dunia untuk membekali dirinya agar lebih kuat dalam beribadah. Ia akan berpikir, bukankah Allah lebih mencintai mukmin yang kuat dibanding mukmin yang lemah?

Pencarian harta dan dunia yang dilakukannya juga dimaksudkan untuk menafkahi keluarganya agar tidak terjatuh pada jurang kefakiran, menyantuni orang lain, dan agar tidak membebani orang lain ketika Allah menimpakan kesulitan kepada dirinya. Ia akan terus teringat:
Niat orang-orang qanaah ketika mencari harta juga didasarkan pada keharusannya menguasai ilmu pengetahuan. Ia tidak akan pernah merasa sayang dengan harta dan dunia sepanjang ia menggunakannya untuk makin bertambahnya ilmu pengetahuan. Ia yakin, hanya dengan memiliki ilmulah ia dan keluarganya akan merasa tentram dalam beribadah dan bermuamalah.
Qana’ah (rela atas segala pemberian Allah SWT), adalah suatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi orang yang diberikan taufiq dan mendapat petunjuk serta dijaga oleh Allah Yang MahaKuasa dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta. Namun, meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah.

Berikut ada beberapa kiat menuju qana’ah,yaitu:

1. Memperkuat keimanan kepada Allah SWT
2. Yakin bahwa rizki telah tertulis
3. Memikirkan Ayat-Ayat Allah
4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rezeki
5. Banyak memohon doa kepada Allah SWT semoga kita selalu qonaah.
6. Menyadari bahwa rizki tidak diukur dengan kepandaian
7. Melihat ke bawah dalam hal dunia
8. Membaca kehidupan para shahabat dan orang-orang terdahulu
9. Menyadari betapa beratnya pertanggungjawaban harta
10. Melihat realita bahwa orang fakir dan orang kaya tidak jauh berbeda

Karena orang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan oleh orang fakir. Tidak mungkin si kaya makan lebih dari 50 piring, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan si kaya memiliki seratus potong baju maka si kaya hanya memakai sehelai baju saja, bukankah hal ini sama dengan yang dipakai oleh orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak ia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top